PENDIDIKAN SECARA UMUM
Arti pendidikan sangat
beragam, definisi atau pengertian dari setiap orang tidaklah sama, berikut
beberapa definisi pendidikan secara umum :
A.
Definisi Pendidikan
Menurut Beberapa Pakar Pendidikan
1.
John Dewey
Pendidikan adalah proses
pembentukan kecakapan-kecakapan fundamental secara intelektual dan emosional
kearah alam dan sesama manusia.
2.
J.J. Rousseau
Pendidikan adalah memberi kita
perbekalan yang tidak ada pada masa kanak-kanak, akan tetapi kita
membutuhkannya pada waktu dewasa.
3.
M.J. Langeveld
Pendidikan adalah setiap
pergaulan yang terjadi antara orang dewasa dengan anak-anak merupakan lapangan
atau suatu keadaan dimana pekerjaan mendidik itu berlangsung.
4.
Ki Hajar Dewantara
Pendidikan yaitu tuntutan didalam
hidup tumbuhnya anak-anak, adapun maksudnya, pendidikan yaitu menuntun segala
kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak itu, agar mereka sebagai manusia dan
sebagai anggota masyarakat dapatlah mencapai keselamatan dan kebahagiaan
setinggi-tingginya.
5.
Prof.
H. Mahmud Yunus
Pendidikan adalah usaha-usaha
yang sengaja dipilih untuk mempengaruhi dan membantu anak dengan tujuan
peningkatan keilmuan, jasmani dan akhlak sehingga secara bertahap dapat
mengantarkan si anak kepada tujuannya yang paling tinggi. Agar si anak hidup
bahagia, serta seluruh apa yang dilakukanya menjadi bermanfaat bagi dirinya dan
masyarakat.
B. Definisi
Pendidikan Menurut UU No. 20 Tahun 2003 Tentang SISDIKNAS
Dalam
perspektif teoritik, pendidikan seringkali diartikan dan dimaknai orang secara
beragam, bergantung pada sudut pandang masing-masing dan teori yang
dipegangnya. Terjadinya perbedaan penafsiran pendidikan dalam konteks akademik
merupakan sesuatu yang lumrah, bahkan dapat semakin memperkaya khazanah
berfikir manusia dan bermanfaat untuk pengembangan teori itu sendiri.
Tetapi untuk
kepentingan kebijakan nasional, sebaiknya pendidikan dapat dirumuskan
secara jelas dan mudah dipahami oleh semua pihak yang terkait dengan
pendidikan, sehingga setiap orang dapat menerapkan secara
tepat dan benar dalam setiap praktik pendidikan.
Untuk mengetahui
definisi pendidikan dalam perspektif kebijakan, kita telah memiliki
rumusan formal dan operasional, sebagaimana termaktub dalam UU No.
20 Tahun 2003 Tentang SISDIKNAS, yakni:
Pendidikan adalah usaha sadar
dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses
pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk
memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,
kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya,
masyarakat, bangsa dan negara.
Berdasarkan
definisi di atas, saya menemukan 3 (tiga) pokok pikiran
utama yang terkandung di dalamnya, yaitu: (1) usaha sadar dan terencana;
(2) mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik aktif
mengembangkan potensi dirinya; dan (3) memiliki kekuatan spiritual keagamaan,
pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan
yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Di bawah ini akan
dipaparkan secara singkat ketiga pokok pikiran tersebut.
1. Usaha sadar dan terencana.
Pendidikan
sebagai usaha sadar dan terencana menunjukkan bahwa pendidikan adalah sebuah
proses yang disengaja dan direncanakan secara matang (proses kerja
intelektual). Oleh karena itu, di setiap level manapun, kegiatan
pendidikan harus disadari dan direncanakan, baik dalam tataran
nasional (makroskopik), regional/provinsi dan kabupaten kota (messoskopik),
institusional/sekolah (mikroskopik) maupun operasional (proses
pembelajaran oleh guru).
Berkenaan
dengan pembelajaran (pendidikan dalam arti terbatas), pada dasarnya
setiap kegiatan pembelajaran pun harus direncanakan terlebih dahulu
sebagaimana diisyaratkan dalam Permendiknas RI No. 41 Tahun 2007.
Menurut Permediknas ini bahwa perencanaan proses pembelajaran
meliputi penyusunan silabus dan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) yang
memuat identitas mata pelajaran, standar kompetensi (SK), kompetensi dasar
(KD), indikator pencapaian kompetensi, tujuan pembelajaran, materi ajar,
alokasi waktu, metode pembelajaran, kegiatan pembelajaran, penilaian hasil
belajar, kriteria ketuntasan minimal (KKM) dan sumber belajar.
2. Mewujudkan suasana belajar dan
proses pembelajaran agar peserta didik aktif mengembangkan potensi dirinya
Pada pokok
pikiran yang kedua ini menurut saya ada pengerucutan
istilah pendidikan menjadi pembelajaran. Jika dilihat secara sepintas
mungkin seolah-olah pendidikan lebih dimaknai dalam setting pendidikan formal
semata (persekolahan). Terlepas dari benar-tidaknya pengerucutan makna
ini, saya menyimpulkan bahwa pendidikan yang
dikehendaki adalah pendidikan yang bercorak pengembangan (developmental)
dan humanis, yaitu berusaha mengembangkan segenap potensi didik, bukan bercorak
pembentukan yang bergaya behavioristik. Selain itu, saya juga
melihat ada dua kegiatan (operasi) utama dalam pendidikan: (a) mewujudkan
suasana belajar, dan (b) mewujudkan proses pembelajaran.
a. Mewujudkan suasana
belajar
Berbicara
tentang mewujudkan suasana pembelajaran, tidak dapat dilepaskan dari
upaya menciptakan lingkungan belajar, diantaranya mencakup:
(a) lingkungan fisik, seperti: bangunan sekolah, ruang kelas, ruang
perpustakaan, ruang kepala sekolah, ruang guru, ruang BK, taman sekolah dan
lingkungan fisik lainnya; dan (b) lingkungan sosio-psikologis (iklim dan budaya
belajar/akademik), seperti: komitmen, kerja sama, ekspektasi prestasi,
kreativitas, toleransi, kenyamanan, kebahagiaan dan aspek-aspek sosio–emosional
lainnya, lainnya yang memungkinkan peserta didik untuk melakukan aktivitas
belajar.
Baik
lingkungan fisik maupun lingkungan sosio-psikologis, keduanya didesain agar
peserta didik dapat secara aktif mengembangkan segenap potensinya. Dalam
konteks pembelajaran yang dilakukan guru, disini tampak jelas bahwa
keterampilan guru dalam mengelola kelas (classroom management)
menjadi amat penting. Dan disini pula, tampak bahwa peran guru lebih diutamakan
sebagai fasilitator belajar siswa .
b. Mewujudkan proses
pembelajaran
Upaya
mewujudkan suasana pembelajaran lebih ditekankan untuk menciptakan kondisi
dan pra kondisi agar siswa belajar, sedangkan proses pembelajaran
lebih mengutamakan pada upaya bagaimana mencapai tujuan-tujuan
pembelajaran atau kompetensi siswa. Dalam konteks pembelajaran yang dilakukan
guru, maka guru dituntut untuk dapat mengelola pembelajaran (learning
management), yang mencakup perencanaan, pelaksanaan, dan
penilaian pembelajaran (lihat Permendiknas RI No.
41 Tahun 2007 tentang Standar Proses). Di sini, guru lebih
berperan sebagai agen pembelajaran (Lihat penjelasan PP 19 tahun 2005),
tetapi dalam hal ini saya lebih suka menggunakan istilah manajer
pembelajaran, dimana guru bertindak sebagai seorang planner,
organizer dan evaluator pembelajaran).
Sama seperti
dalam mewujudkan suasana pembelajaran, proses pembelajaran pun sebaiknya
didesain agar peserta didik dapat secara aktif mengembangkan
segenap potensi yang dimilikinya, dengan mengedepankan pembelajaran yang berpusat
pada siswa (student-centered) dalam bingkai model dan strategi
pembelajaran aktif (active learning), ditopang oleh peran guru sebagai fasilitator
belajar.
3. Memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta
keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
Pokok
pikiran yang ketiga ini, selain merupakan bagian dari definisi pendidikan
sekaligus menggambarkan pula tujuan pendidikan nasional kita
, yang menurut saya sudah demikian lengkap. Disana tertera tujuan
yang berdimensi ke-Tuhan-an, pribadi, dan sosial. Artinya, pendidikan
yang dikehendaki bukanlah pendidikan sekuler, bukan pendidikan individualistik,
dan bukan pula pendidikan sosialistik, tetapi pendidikan yang mencari
keseimbangan diantara ketiga dimensi tersebut.
Jika
belakangan ini gencar disosialisasikan pendidikan karakter, dengan melihat
pokok pikiran yang ketiga dari definisi pendidikan ini maka
sesungguhnya pendidikan karakter sudah implisit dalam pendidikan, jadi bukanlah
sesuatu yang baru.
Selanjutnya
tujuan-tujuan tersebut dijabarkan ke dalam tujuan-tujuan pendidikan
di bawahnya (tujuan level messo dan mikro) dan dioperasionalkan melalui
tujuan pembelajaran yang dilaksanakan oleh guru dalam proses pembelajaran.
Ketercapaian tujuan – tujuan pada tataran operasional memiliki arti
yang strategis bagi pencapaian tujuan pendidikan nasional.
Berdasarkan
uraian di atas,
saya
dapat menyimpulkan bahwa “ pendidikan adalah sarana/kegiatan/proses perkembangan
pola pikir manusia dari masa anak-anak menuju ke kedewasaan”. Dan dalam
definisi pendidikan yang tertuang dalam UU No. 20 Tahun 2003,
tampaknya tidak hanya sekedar menggambarkan apa pendidikan itu,
tetapi memiliki makna dan implikasi yang luas tentang siapa sesungguhnya
pendidik itu, siapa peserta didik (siswa) itu, bagaimana seharusnya
mendidik, dan apa yang ingin dicapai oleh pendidikan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar