Menurut
Guru Besar (Pens.) Drs. (Physiol.) H.Y.Santosa Giriwijoyo, dan Dra. Lilis
Komariyah, M.Pd, Pendidikan Olahraga adalah kegiatan pelatihan jasmani, yaitu
kegiatan jasmani untuk memperkaya dan meningkatkan kemampuan dan ketrampilan
gerak dasar maupun gerak ketrampilan (kecabangan olahraga). Kegiatan itu
merupakan bentuk pendekatan ke aspek sejahtera jasmani atau sehat jasmani yang
berarti juga sehat dinamis yaitu sehat yang disertai dengan kemampuan gerak
yang memenuhi segala tuntutan gerak kehidupan sehari-hari, artinya ia memiliki
tingkat kebugaran jasmani yang memadai.
B.Perbedaan Makna
Pendidikan Jasmani Dan Pendidikan Olahraga
Salah satu pertanyaan yang
sering diajukan oleh guru-guru penjas belakangan ini adalah : “Apakah
pendidikan jasmani?” Pertanyaan yang cukup aneh ini justru dikemukakan oleh
yang paling berhak menjawab pertanyaan tersebut.
Hal tersebut mungkin
terjadi karena pada waktu sebelumnya guru itu merasa dirinya bukan sebagai guru
penjas, melainkan guru pendidikan olahraga. Perubahan pandangan itu terjadi
menyusul perubahan nama mata pelajaran wajib dalam kurikulum pendidikan di
Indonesia, dari mata pelajaran pendidikan olahraga dan kesehatan (orkes) dalam
kurikulum 1984, menjadi pelajaran “pendidikan jasmani dan kesehatan”
(penjaskes) dalam kurikulum1994.
Perubahan nama tersebut
tidak dilengkapi dengan sumber belajar yang menjelaskan makna dan tujuan kedua
istilah tersebut. Akibatnya sebagian besar guru menganggap bahwa perubahan nama
itu tidak memiliki perbedaan, dan pelaksanaannya dianggap sama. Padahal muatan
filosofis dari kedua istilah di atas sungguh berbeda, sehingga tujuannya pun
berbeda pula. Pertanyaannya, apa bedanya pendidikan olahraga dengan pendidikan
jasmani ?
Pendidikan jasmani berarti
program pendidikan lewat gerak atau permainan dan olahraga. Di dalamnya
terkandung arti bahwa gerakan, permainan, atau cabang olahraga tertentu yang
dipilih hanyalah alat untuk mendidik. Mendidik apa ? Paling tidak fokusnya pada
keterampilan anak. Hal ini dapat berupa keterampilan fisik dan motorik,
keterampilan berpikir dan keterampilan memecahkan masalah, dan bisa juga
keterampilan emosional dan sosial.
Karena itu, seluruh adegan
pembelajaran dalam mempelajari gerak dan olahraga tadi lebih penting dari pada
hasilnya. Dengan demikian, bagaimana guru memilih metode, melibatkan anak,
berinteraksi dengan murid serta merangsang interaksi murid dengan murid
lainnya, harus menjadi pertimbangan utama.
Berdasarkan uraian diatas penulis dapat
menyimpulkan bahwa pendidikan jasmani adalah pendidikan untuk melatih dan
mengembangkan kemampuan diri baik secara fisik, mental, intelektual dan
spiritual. Sedangkan pendidikan olahraga adalah suatu kegiatan untuk memperkaya
dan mengembangkan keterampilan dalam cabang olahraga untuk mencapai prestasi
yang maksimal.
PendidikanJasmani (disingkat Penjas)
adalah mata pelajaran untuk melatih kemampuan psikomotorik yang mulai diajarkan
secara formal di sekolah dasar hingga sekolah menengah atas.
Menurut Arie Asnaldi
(2008) Pendidikan jasmani merupakan suatu proses seseorang sebagai individu maupun
anggota masyarakat yang dilakukan secara sadar dan sistematik melalui berbagai
kegiatan dalam rangka memperoleh kemampuan dan keterampilan jasmani,
pertumbuhan, kecerdasan, dan pembentukan watak.
Pendidikan Jasmani adalah kegiatan jasmani yang
diselenggarakan untuk menjadi media bagi kegiatan pendidikan. Pendidikan adalah
kegiatan yang merupakan proses untuk mengembangkan kemampuan dan sikap rohaniah
yang meliputi aspek mental, intelektual dan bahkan spiritual. Sebagai bagian
dari kegiatan pendidikan, maka pendidikan jasmani merupakan bentuk pendekatan
ke aspek sejahtera Rohani (melalui kegiatan jasmani), yang dalam lingkup sehat
WHO berarti sehat rohani, oleh Guru Besar (Pens.) Drs. (Physiol.) H.Y.Santosa
Giriwijoyo, dan Dra. Lilis Komariyah, M.Pd..
Pendidikan
jasmani pada hakikatnya adalah proses pendidikan yang memanfaatkan aktivitas
fisik untuk menghasilkan perubahan holistik dalam kualitas individu, baik dalam
hal fisik, mental, serta emosional. Pendidikan jasmani memperlakukan anak sebagai sebuah kesatuan utuh,
mahluk total, daripada hanya menganggapnya sebagai seseorang yang terpisah
kualitas fisik dan mentalnya.
Pada kenyataannya, pendidikan jasmani adalah suatu
bidang kajian yang sungguh luas. Titik perhatiannya adalah peningkatan gerak
manusia. Lebih khusus lagi, penjas berkaitan dengan hubungan antara gerak
manusia dan wilayah pendidikan lainnya: hubungan dari perkembangan tubuh-fisik
dengan pikiran dan jiwanya. Fokusnya pada pengaruh perkembangan fisik terhadap
wilayah pertumbuhan dan perkembangan aspek lain dari manusia itulah yang
menjadikannya unik. Tidak ada bidang tunggal lainnya seperti pendidikan jasmani
yang berkepentingan dengan perkembangan total manusia.
Setiapdefinisi,
pendidikan jasmani diartikan dengan berbagai ungkapan dan kalimat. Namun
esensinya sama, jika disimpulkan bermakna jelas, bahwa pendidikan jasmani
memanfaatkan alat fisik untuk mengembangkan keutuhan manusia. Dalam kaitan ini
diartikan bahwa melalui fisik, aspek mental dan emosional pun turut
terkembangkan, bahkan dengan penekanan yang cukup dalam. Berbeda dengan bidang
lain, misalnya pendidikan moral, yang penekanannya benar-benar pada
perkembangan moral, tetapi aspek fisik tidak turut berkembang, baik langsung
maupun secara tidak langsung.
Karena hasil-hasil kependidikan dari pendidikan jasmani
tidak hanya terbatas pada manfaat penyempurnaan fisik atau tubuh semata,
definisi penjas tidak hanya menunjuk pada pengertian tradisional dari aktivitas
fisik. Kita harus melihat istilah pendidikan jasmani pada bidang yang lebih
luas dan lebih abstrak, sebagai satu proses pembentukan kualitas pikiran dan
juga tubuh.
Sungguh, pendidikan jasmani ini karenanya harus
menyebabkan perbaikan dalam ‘pikiran dan tubuh’ yang mempengaruhi seluruh aspek
kehidupan harian seseorang. Pendekatan holistik tubuh-jiwa ini termasuk pula
penekanan pada ketiga domain kependidikan : psikomotor, kognitif, dan afektif.
Dengan meminjam ungkapan Robert Gensemer, penjas diistilahkan sebagai proses
menciptakan “tubuh yang baik bagi tempat pikiran atau jiwa.” Artinya, dalam
tubuh yang baik ‘diharapkan’ pula terdapat jiwa yang sehat, sejalan dengan
pepatah Romawi Kuno: Men sana in corporesano.
B.Tujuan Pendidikan Jasmani
Ada beberapa tujuan dari pendidikan
jasmani, yaitu :
1.Mengembangkan
keterampilan pengelolaan diri dalam upaya pengembangan dan pemeliharaan
kebugaran jasmani serta pola hidup sehat melalui berbagai aktivitas jasmani dan
olahraga yang terpilih.
2.Meningkatkan
pertumbuhan fisik dan pengembangan psikis yang lebih baik.
3.Meningkatkan
kemampuan dan keterampilan gerak dasar.
4.Meletakkan landasan
karakter moral yang kuat melalui internalisasi nilai-nilai yang terkandung
didalam pendidikan jasmani, olahraga dan kesehatan.
6.Mengembangkan
keterampilan untuk menjaga keselamatan diri sendiri, orang lain dan lingkungan.
7.Memahami konsep
aktivitas jasmani dan olahraga di lingkungan yang bersih sebagai informasi
untuk mencapai pertumbuhan fisik yang sempurna, pola hidup sehat dan kebugaran,
terampil, serta memiliki sikap yang positif
C.Ruang Lingkup
Pendidikan Jasmani
1.Permainan dan
olahraga meliputi: olahraga tradisional, permainan. eksplorasi gerak,
keterampilan lokomotor non-lokomotor,dan manipulatif, atletik, kasti, rounders,
kippers, sepak bola, bola basket, bola voli, tenis meja, tenis lapangan, bulu
tangkis, dan beladiri, serta aktivitas lainnya.
2.Aktivitas
pengembangan meliputi: mekanika sikap tubuh, komponen kebugaran jasmani, dan
bentuk postur tubuh serta aktivitas lainnya.
3.Aktivitas senam
meliputi: ketangkasan sederhana, ketangkasan tanpa alat, ketangkasan dengan
alat, dan senam lantai, serta aktivitas lainnya.
4.Aktivitas ritmik
meliputi: gerak bebas, senam pagi, SKJ, dan senam aerobic serta aktivitas
lainnya.
5.Aktivitas air meliputi:
permainan di air, keselamatan air, keterampilan bergerak di air, dan renang
serta aktivitas lainnya.
6.Pendidikan luar
kelas, meliputi: piknik/karyawisata, pengenalan lingkungan, berkemah,
menjelajah, dan mendaki gunung.
7.Kesehatan,
meliputi penanaman budaya hidup sehat dalam kehidupan sehari-hari, khususnya
yang terkait dengan perawatan tubuh agar tetap sehat, merawat lingkungan yang
sehat, memilih makanan dan minuman yang sehat, mencegah dan merawat cidera,
mengatur waktu istirahat yang tepat dan berperan aktif dalam kegiatan P3K dan
UKS. Aspek kesehatan merupakan aspek tersendiri, dan secara implisit masuk ke
dalam semua aspek.
Arti pendidikan sangat
beragam, definisi atau pengertian dari setiap orang tidaklah sama, berikut
beberapa definisi pendidikan secara umum :
A.Definisi Pendidikan
Menurut Beberapa Pakar Pendidikan
1.John Dewey
Pendidikan adalah proses
pembentukan kecakapan-kecakapan fundamental secara intelektual dan emosional
kearah alam dan sesama manusia.
2.J.J. Rousseau
Pendidikan adalah memberi kita
perbekalan yang tidak ada pada masa kanak-kanak, akan tetapi kita
membutuhkannya pada waktu dewasa.
3.M.J. Langeveld
Pendidikan adalah setiap
pergaulan yang terjadi antara orang dewasa dengan anak-anak merupakan lapangan
atau suatu keadaan dimana pekerjaan mendidik itu berlangsung.
4.Ki Hajar Dewantara
Pendidikan yaitu tuntutan didalam
hidup tumbuhnya anak-anak, adapun maksudnya, pendidikan yaitu menuntun segala
kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak itu, agar mereka sebagai manusia dan
sebagai anggota masyarakat dapatlah mencapai keselamatan dan kebahagiaan
setinggi-tingginya.
5.Prof.
H. Mahmud Yunus
Pendidikan adalah usaha-usaha
yang sengaja dipilih untuk mempengaruhi dan membantu anak dengan tujuan
peningkatan keilmuan, jasmani dan akhlak sehingga secara bertahap dapat
mengantarkan si anak kepada tujuannya yang paling tinggi. Agar si anak hidup
bahagia, serta seluruh apa yang dilakukanya menjadi bermanfaat bagi dirinya dan
masyarakat.
B.Definisi
Pendidikan Menurut UU No. 20 Tahun 2003 Tentang SISDIKNAS
Dalam
perspektif teoritik, pendidikan seringkali diartikan dan dimaknai orang secara
beragam, bergantung pada sudut pandang masing-masing dan teori yang
dipegangnya. Terjadinya perbedaan penafsiran pendidikan dalam konteks akademik
merupakan sesuatu yang lumrah, bahkan dapat semakin memperkaya khazanah
berfikir manusia dan bermanfaat untuk pengembangan teori itu sendiri.
Tetapi untuk
kepentingan kebijakan nasional, sebaiknya pendidikan dapat dirumuskan
secara jelas dan mudah dipahami oleh semua pihak yang terkait dengan
pendidikan, sehingga setiap orang dapat menerapkan secara
tepat dan benar dalam setiap praktik pendidikan.
Untuk mengetahui
definisi pendidikan dalam perspektif kebijakan, kita telah memiliki
rumusan formal dan operasional, sebagaimana termaktub dalam UU No.
20 Tahun 2003 Tentang SISDIKNAS, yakni:
Pendidikan adalah usaha sadar
dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar danproses
pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinyauntuk
memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,
kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya,
masyarakat,bangsa dan negara.
Berdasarkan
definisi di atas, saya menemukan 3 (tiga) pokok pikiran
utama yang terkandung di dalamnya, yaitu: (1) usaha sadar dan terencana;
(2) mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik aktif
mengembangkan potensi dirinya; dan (3) memiliki kekuatan spiritual keagamaan,
pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan
yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Di bawah ini akan
dipaparkan secara singkat ketiga pokok pikiran tersebut.
1. Usaha sadar dan terencana.
Pendidikan
sebagai usaha sadar dan terencana menunjukkan bahwa pendidikan adalah sebuah
proses yang disengaja dan direncanakan secara matang (proses kerja
intelektual). Oleh karena itu, di setiap level manapun, kegiatan
pendidikan harus disadari dan direncanakan, baik dalam tataran
nasional (makroskopik), regional/provinsi dan kabupaten kota (messoskopik),
institusional/sekolah (mikroskopik) maupun operasional (proses
pembelajaran oleh guru).
Berkenaan
dengan pembelajaran (pendidikan dalam arti terbatas), pada dasarnya
setiap kegiatan pembelajaran pun harus direncanakan terlebih dahulu
sebagaimana diisyaratkan dalam Permendiknas RI No. 41 Tahun 2007.
Menurut Permediknas ini bahwa perencanaan proses pembelajaran
meliputi penyusunan silabus dan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) yang
memuat identitas mata pelajaran, standar kompetensi (SK), kompetensi dasar
(KD), indikator pencapaian kompetensi, tujuan pembelajaran, materi ajar,
alokasi waktu, metode pembelajaran, kegiatan pembelajaran, penilaian hasil
belajar, kriteria ketuntasan minimal (KKM) dan sumber belajar.
2. Mewujudkan suasana belajar dan
proses pembelajaran agar peserta didik aktif mengembangkan potensi dirinya
Pada pokok
pikiran yang kedua ini menurut sayaada pengerucutan
istilah pendidikan menjadi pembelajaran. Jika dilihat secara sepintas
mungkin seolah-olah pendidikan lebih dimaknai dalam setting pendidikan formal
semata (persekolahan). Terlepas dari benar-tidaknya pengerucutan makna
ini,saya menyimpulkan bahwa pendidikan yang
dikehendaki adalah pendidikan yang bercorak pengembangan (developmental)
dan humanis, yaitu berusaha mengembangkan segenap potensi didik, bukan bercorak
pembentukan yang bergaya behavioristik. Selain itu, saya juga
melihat ada dua kegiatan (operasi) utama dalam pendidikan: (a) mewujudkan
suasana belajar, dan (b) mewujudkan proses pembelajaran.
a. Mewujudkan suasana
belajar
Berbicara
tentang mewujudkan suasana pembelajaran, tidak dapat dilepaskan dari
upaya menciptakan lingkungan belajar, diantaranya mencakup:
(a) lingkungan fisik, seperti: bangunan sekolah, ruang kelas, ruang
perpustakaan, ruang kepala sekolah, ruang guru, ruang BK, taman sekolah dan
lingkungan fisik lainnya; dan (b) lingkungan sosio-psikologis (iklim dan budaya
belajar/akademik), seperti: komitmen, kerja sama, ekspektasi prestasi,
kreativitas, toleransi, kenyamanan, kebahagiaan dan aspek-aspek sosio–emosional
lainnya, lainnya yang memungkinkan peserta didik untuk melakukan aktivitas
belajar.
Baik
lingkungan fisik maupun lingkungan sosio-psikologis, keduanya didesain agar
peserta didik dapat secara aktif mengembangkan segenap potensinya. Dalam
konteks pembelajaran yang dilakukan guru, disini tampak jelas bahwa
keterampilan guru dalam mengelola kelas (classroom management)
menjadi amat penting. Dan disini pula, tampak bahwa peran guru lebih diutamakan
sebagai fasilitator belajar siswa .
b. Mewujudkan proses
pembelajaran
Upaya
mewujudkan suasana pembelajaran lebih ditekankan untuk menciptakan kondisi
dan pra kondisi agar siswa belajar, sedangkan proses pembelajaran
lebih mengutamakan pada upaya bagaimana mencapai tujuan-tujuan
pembelajaran atau kompetensi siswa. Dalam konteks pembelajaran yang dilakukan
guru, maka guru dituntut untuk dapat mengelola pembelajaran (learning
management), yang mencakup perencanaan, pelaksanaan, dan
penilaian pembelajaran (lihat Permendiknas RI No.
41 Tahun 2007 tentang Standar Proses). Di sini, guru lebih
berperan sebagai agen pembelajaran (Lihat penjelasan PP 19 tahun 2005),
tetapi dalam hal ini saya lebih suka menggunakan istilah manajer
pembelajaran, dimana guru bertindak sebagai seorang planner,
organizer dan evaluator pembelajaran).
Sama seperti
dalam mewujudkan suasana pembelajaran, proses pembelajaran pun sebaiknya
didesain agar peserta didik dapat secara aktif mengembangkan
segenap potensi yang dimilikinya, dengan mengedepankan pembelajaran yang berpusat
pada siswa (student-centered) dalam bingkai model dan strategi
pembelajaran aktif (active learning), ditopang oleh peran guru sebagai fasilitator
belajar.
3. Memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta
keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
Pokok
pikiran yang ketiga ini, selain merupakan bagian dari definisi pendidikan
sekaligus menggambarkan pula tujuan pendidikan nasional kita
, yang menurut saya sudah demikian lengkap. Disana tertera tujuan
yang berdimensi ke-Tuhan-an, pribadi, dan sosial. Artinya, pendidikan
yang dikehendaki bukanlah pendidikan sekuler, bukan pendidikan individualistik,
dan bukan pula pendidikan sosialistik, tetapi pendidikan yang mencari
keseimbangan diantara ketiga dimensi tersebut.
Jika
belakangan ini gencar disosialisasikan pendidikan karakter, dengan melihat
pokok pikiran yang ketiga dari definisi pendidikan ini maka
sesungguhnya pendidikan karakter sudah implisit dalam pendidikan, jadi bukanlah
sesuatu yang baru.
Selanjutnya
tujuan-tujuan tersebut dijabarkan ke dalam tujuan-tujuan pendidikan
di bawahnya (tujuan level messo dan mikro) dan dioperasionalkan melalui
tujuan pembelajaran yang dilaksanakan oleh guru dalam proses pembelajaran.
Ketercapaian tujuan – tujuan pada tataran operasional memiliki arti
yang strategis bagi pencapaian tujuan pendidikan nasional.
Berdasarkan
uraian diatas,
saya
dapat menyimpulkan bahwa “ pendidikan adalah sarana/kegiatan/proses perkembangan
pola pikir manusia dari masa anak-anak menuju ke kedewasaan”. Dan dalam
definisi pendidikan yang tertuang dalam UU No. 20 Tahun 2003,
tampaknya tidak hanya sekedar menggambarkan apa pendidikan itu,
tetapi memiliki makna dan implikasi yang luas tentang siapa sesungguhnya
pendidik itu, siapa peserta didik (siswa) itu, bagaimana seharusnya
mendidik, dan apa yang ingin dicapai oleh pendidikan.